Sabtu, 29 September 2012

Pembatik Asa Jakarta

Pembatikan di Jakarta dikenal dan berkembang bersamaan dengan daerah-daerah pembatikan lainnya yaitu kira-kira akhir abad ke-XIX. Pembatikan ini dibawa oleh pendatang-pendatang dari Jawa Tengah dan mereka bertempat tinggal kebanyakan didaerah-daerah pembatikan. Daerah pembatikan yang dikenal di Jakarta tersebar didekat Tanah Abang yaitu: Karet, Bendungan Ilir dan Udik, Kebayoran Lama dan daerah Mampang Prapatan serta Tebet. Jakarta sejak zaman sebelum perang dunia kesatu telah menjadi pusat perdagangan antar daerah Indonesia dengan pelabuhannya Pasar Ikan sekarang. Setelah perang dunia kesatu selesai, dimana proses pembatikan cap mulai dikenal, produksi batik meningkat dan pedagang-pedagang batik mencari daerah pemasaran baru. Daerah pasaran untuk tekstil dan batik di Jakarta yang terkenal ialah: Tanah Abang, Jatinegara dan Jakarta Kota. Yang terbesar ialah Pasar Tanah Abang sejak dari dahulu sampai sekarang. Batik-batik produksi daerah Solo, Yogya, Banyumas, Ponorogo, Tulungagung, Pekalongan, Tasikmalaya, Ciamis dan Cirebon serta lain-lain daerah, bertemu di Pasar Tanah Abang dan dari sini baru dikirim ke daerah-daerah di luar Jawa. Pedagang-pedagang batik yang banyak ialah bangsa Cina dan Arab, bangsa Indonesia hanya sedikit dan dalam komunitas kecil. Oleh karena pusat pemasaran batik sebagian besar di Jakarta khususnya Tanah Abang, dan juga bahan-bahan baku batik diperdagangkan di tempat yang sama, maka timbul pemikiran dari pedagang-pedagang batik itu untuk membuka perusahaan batik di Jakarta dan tempatnya ialah berdekatan dengan Tanah Abang. Pengusaha-pengusaha batik yang muncul sesudah perang dunia kesatu, terdiri dari bangsa cina, dan buruh-buruh batiknya di datangkan dari daerah-daerah pembatikan Pekalongan, Yogya, Solo dan lain-lain. Selain dari buruh batik luar Jakarta itu, maka diambil pula tenaga-tenaga setempat di sekitar daerah pembatikan sebagai pekerjanya. Berikutnya, melihat perkembangan pembatikan ini membawa lapangan kerja baru, maka penduduk asli daerah tersebut juga membuka perusahaan-perusahaan batik. Motif dan proses batik Jakarta sesuai dengan asal buruhnya didatangkan yaitu: Pekalongan, Yogya, Solo dan Banyumas. Bahan-bahan baku batik yang dipergunakan ialah hasil tenunan sendiri dan obat-obatnya hasil ramuan sendiri dari bahan-bahan kayu mengkudu, pace, kunyit dan sebagainya. Batik Jakarta sebelum perang terkenal dengan batik kasarnya warnanya sama dengan batik Banyumas. Sebelum perang dunia kesatu bahan-bahan baku cambric sudah dikenal dan pemasaran hasil produksinya di Pasar Tanah Abang dan daerah sekitar Jakarta. Pembatikan di luar Jawa Dari Jakarta, yang menjadi tujuan pedagang-pedagang di luar Jawa, maka batik kemudian berkembang di seluruh penjuru kota-kota besar di Indonesia yang ada di luar Jawa, daerah Sumatera Barat misalnya, khususnya daerah Padang, adalah daerah yang jauh dari pusat pembatikan dikota-kota Jawa, tetapi pembatikan bisa berkembang didaerah ini. Sumatera Barat termasuk daerah konsumen batik sejak zaman sebelum perang dunia kesatu, terutama batik-batik produksi Pekalongan dan Solo serta Yogya. Di Sumatera Barat yang berkembang terlebih dahulu adalah industri tenun tangan yang terkenal “tenun Silungkang” dan “tenun plekat”. Pembatikan mulai berkembang di Padang setelah pendudukan Jepang, dimana sejak putusnya hubungan antara Sumatera dengan Jawa saat pendudukan Jepang, maka persediaan-persediaan batik yang ada pada pedagang-pedagang batik sudah habis dan konsumen perlu batik untuk pakaian sehari-hari mereka. Ditambah lagi setelah kemerdekaan Indonesia, dimana hubungan antara kedua pulau bertambah sukar, akibat blokade-blokade Belanda, maka pedagang-pedagang batik yang biasa berhubungan dengan pedagang di pulau Jawa mencari jalan untuk membuat batik sendiri. Dengan hasil karya sendiri dan penelitian yang seksama, dari batik-batik yang dibuat di Jawa, maka ditirulah pembuatan pola-polanya dan diterapkan pada kayu sebagai alat cap. Obat-obat batik yang dipakai juga hasil buatan sendiri yaitu dari tumbuh-tumbuhan seperti mengkudu, kunyit, gambir, damar dan sebagainya. Bahan kain putihnya diambilkan dari kain putih bekas dan hasil tenun tangan. Perusahaan batik pertama muncul yaitu daerah Sampan Kabupaten Padang Pariaman tahun 1946 antara lain: Bagindo Idris, Sidi Ali, Sidi Zakaria, Sutan Salim, Sutan Sjamsudin dan di Payakumbuh tahun 1948 Sdr. Waslim (asal Pekalongan) dan Sutan Razab. Setelah daerah Padang serta kota-kota lainnya menjadi daerah pendudukan tahun 1949, banyak pedagang-pedagang batik membuka perusahaan-perusahaan/bengkel batik dengan bahannya didapat dari Singapore melalui pelabuhan Padang dan Pekanbaru. Tetapi pedagang-pedagang batik ini setelah ada hubungan terbuka dengan pulau Jawa, kembali berdagang dan perusahaannya mati. Warna dari batik Padang kebanyakan hitam, kuning, merah dan ungu serta polanya Banyumasan, Indramajunan, Solo dan Yogya. Sekarang batik produksi Padang lebih maju lagi tetapi tetap masih jauh dari produksi-produksi di pulau Jawa ini. Alat untuk cap sekarang telah dibuat dari tembaga dan produksinya kebanyakan sarung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar